Proposal perdamaian atas konflik Rusia-Ukraina yang digagas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 20th Asia Security Summit, Singapura pada Sabtu 3 Juni lalu mendapat respons dari banyak pihak.
Dalam forum tersebut, Prabowo menyampaikan lima saran untuk resolusi konflik antara Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari setahun ini. Salah satunya adalah gencatan senjata. Ia menjelaskan, baik pasukan Rusia ataupun Ukraina harus mundur sejauh 15 kilometer ke baris belakang dari posisi depan masing-masing negara saat ini; membentuk pasukan pemantau; dan ahli dari PBB yang terdiri dari kontingen dari negara-negara yang disepakati baik oleh Rusia dan Ukraina.
“Karena itu saya ingin mengambil kesempatan ini untuk merekomendasikan bagi saudara-saudara kita di Ukraina dan di Rusia untuk secepat mungkin menghentikan permusuhan, ” kata Prabowo.
“Setidaknya, mari kita coba ajukan beberapa rekomendasi konkret sehingga pertemuan seperti Shangri-La Dialog akan memiliki substansi dan makna yang lebih, ” lanjutnya.
Menanggapi gagasan tersebut, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai bahwa apa yang dikatakan Prabowo sudah tepat. Menurutnya, jika gencatan senjata berhasil dilakukan dan terbukanya ruang dialog, Indonesia akan mengambil peran yang signifikan dalam proses perdamaian kedua negara tersebut.
“Usulan lainnya seperti misalnya Indonesia siap untuk menjadi pihak yang melakukan observasi gencatan senjata, itu tepat. Karena misalkan kedua negara mau melakukan gencatan senjata lalu membuka dialog, tentu gencatan senjata harus dimonitor atau diawasi. Nah, Indonesia sepanjang itu dimandatkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa sebagaimana yang disampaikan Pak Prabowo, siap untuk melakukan hal tersebut, ” ucap Hikmahanto.